KISAH CINTAKU

Dahulu aku tak pernah percaya dengan apapun dengan embel-embel cinta. Bagiku semua itu hanyalah kata mainan belaka, palsu, dan omong kosong. Semua yang mengatas namakan cinta hanyalah bualan tanpa arti belaka. Atau mungkin orang-orang saja yang terlalu berlebihan mengartikan kata itu.


Saat pertama kali aku mulai mengenal cinta, cinta pertamaku di usia 13 tahun. Cinta adalah kata sakti yang dapat membuat kita berbunga-bunga hanya dengan memikirkannya. Membuat hari-hari terasa menyenangkan hanya dengan melihat si dia. Semua pikiran rasionalku terkontaminasi dengan hayalan-hayalan indah, yang semula tak pernah terpikirkan menjadi mellow dramatis. Bahkan segala sesuatunya ku dramatisir sesuai keinginan hatiku. Berlahan tetapi pasti membuatku melayang dengan hayalan, dan akhirnya aku jatuh dan itu sangat sakit. Sakit yang tak pernah ku bayangkan sepanjang hidupku. Aku menunggu, menunggu keajaiban atas kesabaran dan keteguhan hatiku. Berbulan-bulan terkurung dalam episode-episode yang hambar. Dan ternyata pahit. Sampai akhirnya aku menyerah. Berhenti menunggu. Berhenti berharap.


Sejak itu aku mulai tau, bahwa cinta itu sakit. Cinta yang membuat aku dilahirkan di dunia ini. Yang di sambut dengan tangis bahagia. Yang akhirnya menjadi kebahagiaan bagi mereka. Kusadari setelah aku menginjak bangku SMA, kebahagiaan itu hanyalah semu. Tak pernah abadi. Begitu kita mencintai sesuatu, begitu sakit kehilangannya. Aku yang selalu bangga dan bahagia, karena punya keluarga yang sempurna. Yang sangat menyenangkan. Sangat aku sayang. Dalam sekejap mata hancur berantakan. Bagai diserang serdadu dengan tembakan gas air mata yang membuat air mataku jatuh, selalu jatuh, begitupun sampai sekarang aku tak pernah bisa berhenti mengeluarkan air mata. Bagai sekarat dalam kamar yang pengap. Aku sendiri. Tak pernah ingin orang mendengar isak tangis ini. Biarlah hanya aku yang tau betapa sakitnya. Cukup aku. Aku tak ingin dikasihani. “Aku gadis tegar”, yang ingin slalu aku buktikan. Biar mereka tau, betapapun aku yang waktu itu belum seharusnya mendapat perlakuan seperti itu, aku bukan anak kecil lagi. Yang merengek minta dikasihani.


Tapi kini, aku benar-benar paham. Sejalan dengan kehidupan yang aku jalani. Berjalan diatas duri yang aku paling benci, memang menyakitkan tapi dengan melaluinya aku menjadi tau bahwa duru itu sakit jika kita menginjaknya. Cinta yang benar, saat kita ikhlas menjalaninya. Bukan untuk memilikinya, bukan pula untuk kebahagiaanku sendiri. Tapi cinta adalah berbagi kasih sayang yang tulus, seperti cinta ibu pada anaknya yang tak mengharap balasan, seperti cinta sepasang merpati yang saling setia sepanjang hayatnya. Cinta seperti itu yang ingin aku berikan kepada orang tua, sahabat, teman, dan orang yang akan menemaniku sampai aku tua kelak.

Distribusi Ikan Belanak

Belanak merupakan jenis ikan laut tetapi sering masuk ke daerah estuaria bahkan ke perairan sungai (tawar). Ikan ini tersebar di perairan tropis dan subtropis (FAO, 1974 dalam Adrim et al., 1988), juga ditemukan di air payau dan kadang-kadang di air tawar (Iversen, 1976). Di kawasan Pasifik belanak ditemukan di Fiji, Samoa, New Caledonia dan Australia. Sedangkan di Asia, banyak ditemukan di Indonesia, India, Filipina, Malaysia dan Srilangka.
Ikan ini terdistribusi pada semua perairan baik di daerah estuari (coastal) maupun laut di daerah tropis dan subtropis yaitu di Indo-Pacific, Filipina, dan Laut Cina Selatan, hingga Australia. Ikan belanak merupakan jenis ikan pelagis (benthopelagic) yang bersifat katadromus hidup di perairan tawar seperti sungai, estuary, dan laut dengan kedalaman sampai 120 meter, temperatur antara 8-240°C. Di Australia ditemukan ukuran maksimum 76 cm, sedangkan di China hanya 11,5 cm.




Persebaran perikanan budidaya jenis ikan ini di Indonesia memang belum banyak. Budidaya ikan belanak hanya dapat di temui di pulau jawa dan sebagian pulau kalimantan. Di perairan Cirebon, tepat sekitar pelabuhan Cirebon, banyak sekali ikan belanak, mereka sering bergerombol 5-8 ikan dengan ukuran bervariatif. Di Sungai Musi ikan belanak hidup di daerah muara dan estuaria seperti di daerah Sungsang dan Sembilang. Ukuran yang sering tertangkap di perairan Sungai Musi adalah kurang dari 20 cm (Utomo, et al., 2007).
Salah satu perairan yang memiliki sumberdaya M. dussumieri adalah Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Produksi hasil tangkapan Ikan Belanak dari perairan tersebut dari tahun 1994 sampai 1998 tems meningkat, sedangkan tahun 1999 mengalami penurunan. Adanya penurwlan ini kemwlgkinan karena populasi ikan menurun akibat penangkapan. Untuk mencegah penurunan populasi diperlukan suatu informasi yang menunjang ke arah pelestarian, salah satunya adalah aspek biologi reproduksinya.

Potensi ikan belanak
Ikan Belanak ini biasanya dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Ikan ini dikonsumsi dalam keadaan segar, tetapi ada juga yang dijadikan ikan kering, ikan asin dan ikan asap (sale). Sedangakan dari segi segi pemasaran Ikan Belanak ini banyak disukai masyarakat baik sebagai ikan segar atau sebagai ikan yang telah diawetkan secara tradisional.

PUNOKAWAN

Dalam dunia pewayangan istilah sedulur papat lima pancer merupakan simbolisasi ksatria dan empat abdinya. Sedulur papat adalah punokawan, lima pancer adalah ksatriya.
Dalam hal ini, yang dinamakan punokawan yakni Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, dan Bagong sebagai pengiring para ksatria Pandawa. Kehadiran mereka seringkali hanya dianggap sebagai tambahan yang kurang diperhitungkan dan untuk menghadirkan lelucon saja, padahal kerap menentukan arah perubahan.
Ke-lima tokoh ini menduduki posisi penting dalam kisah pewayangan. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. Dalam perjalanannya, Punokawan harus menemani perjalanan sang Ksatria dalam memasuki “hutan”, memasuki sebuah medan medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengancam jiwanya, sehingga berhasil keluar “hutan” dengan selamat, sampai sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.




Semar, nama tokoh ini berasal dari bahasa arab Ismar. Dalam lidah jawa kata Is- biasanya dibaca Se-. Contohnya seperti Istambul menjadi Setambul. Ismar berarti paku. Tokoh ini dijadikan pengokoh (paku) terhadap semua kebenaran yang ada atau sebagai advicer dalam mencari kebenaran terhadap segala masalah. Agama adalah pengokoh/pedoman hidup manusia. Semar dengan demikian juga adalah simbolisasi dari agama sebagai prinsip hidup setiap umat beragama.




Nala Gareng, juga diadaptasi dari kata arab Naala Qariin. Dalam pengucapan lidah jawa, kata Naala Qariin menjadi Nala Gareng. Kata ini berarti memperoleh banyak teman, ini sesuai dengan dakwah para aulia sebagai juru dakwah untuk memperoleh sebanyak-banyaknya teman (umat) agar kembali ke jalan Allah SWT dengan sikap arif dan harapan yang baik.




Petruk, diadaptasi dari kata Fatruk. Kata ini merupakan kata pangkal dari sebuah wejangan (petuah) tasawuf yang berbunyi: Fat-ruk kulla maa siwalLaahi, yang artinya: tinggalkan semua apapun yang selain Allah. Wejangan tersebut kemudian menjadi watak para aulia dan mubaligh pada waktu itu. Petruk juga sering disebut Kanthong Bolong artinya kantong yang berlubang. Maknanya bahwa, setiap manusia harus menzakatkan hartanya dan menyerahkan jiwa raganya kepada Allah SWT secara ikhlas, seperti berlubangnya kantong yang tanpa penghalang.




Bagong, berasal dari kata Baghaa yang berarti berontak. Yaitu berontak terhadap kebathilan dan keangkaramurkaan. Si “Bayangan Semar” ini karakternya lancang dan suka berlagak bodoh. Secara umum, Panakawan melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penghibur, kritisi sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Para tokoh panakawan juga berfungsi sebagai pamomong (pengasuh) untuk tokoh wayang lainnya. Pada dasarnya setiap manusia umumnya memerlukan pamomong, mengingat lemahnya manusia, hidupnya perlu orang lain (makhluk sosial) yang dapat membantunya mengarahkan atau memberikan saran / pertimbangan.

Semoga sedikit informasi ini dapat menambah pengetahuan kita tentang Kebudayaan yang ada di Indonesia...

Sumber:
http://denbagustomy.wordpress.com/2007/06/30/belajar-dari-punokawan/
http://xendro.wordpress.com/2007/07/02/punokawan/