TREN FERTILITAS DAN MORTALITAS DI NUSA TENGGARA BARAT DAN MALUKU

A. Fertilitas dan Mortalitas di Nusa Tengara Barat
Angka kelahiran total atau "total fertility rate" di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) rata-rata mencapai 2,8 atau masih diatas angka nasional 2,3. Rata-rata angka kelahiran total NTB lebih tinggi dari angka rata-rata nasional sejak hasil Survei Demografis Keluarga Indonesia (SKDI) tahun 2007 diumumkan. Angka kelahiran di NTB sampai saat ini diperkirakan masih cukup tinggi karena berbagai faktor penyebab antara lain pemahaman masyarakat terhadap hak-hak reproduksi, fungsi keluarga, dan upaya peningkatan kesejahteraan yang belum memadai.
Perkawinan merupakan suatu hal yang manusiawi, karena mempunyai makna dalam meneruskan keturunan. Rata-rata umur perkawinan pertama merupakan salah satu indikator untuk menggambarkan tingkat fertilitas penduduk di suatu daerah, karena semakin muda seseorang melakukan perkawinan semakin panjang pula masa reproduksinya, sehingga semakin besar peluang untuk melahirkan anak dan hal itu akan berdampak tingginya angka kelahiran di suatu daerah.

Umur produktif yaitu umur kurang lebih antara 15 sampai dengan 44 tahun. Usia produktif di daerah tersebut adalah 2.022.356 jiwa. Dari jumlah tersebut 55,92% berstatus menikah, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kelahiran akan terus meningkat di daerah tersebut.
Rata-rata kelahiran NTB mencapai 2,8 dan tingkat nasional 2,3. Tingginya angka kelahiran menandakan masih banyak masyarakat NTB yang menjadi sasaran program KB belum terlayani secara maksimal atau masih tingginya jumlah pasangan usia subur yang menolak ajakan menjadi peserta KB, adanya pemakaian alat kontrasepsi hormonal yang tinggi, dan jumlah petugas lapangan KB yang semakin berkurang di daerah NTB juga sangat mempengaruhi besarnya angka fertilitas. Partisipasi pria sebagai peserta KB juga masih rendah yakni 0,3 persen atau hanya 483 orang, sehingga beban dan tanggung jawab perempuan menjadi lebih besar. Hal ini berdampak pada tingginya angka kelahiran yang tidak didukung akta kelahiran, terbukti dari fakta lapangan separuh anak di wilayah NTB belum memiliki akta kelahiran atau surat keterangan lahir. Penyebab lainnya yaitu banyaknya terjadi pernikahan di bawah usia, kawin sirih dan pemerkosaan.
Angka Mortalitas atau kematian merupakan komponen demografi disamping faktor kelahiran dan migrasi. Tingkat kematian ini berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah tersebut. Dibandingkan dengan Provinsi lain di Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Barat mempunyai Angka Kematian Bayi yang relatif tinggi. Hal ini karena bayi merupakan kelompok umur yang yang sangat rentan terhadap ketidakseimbangan berbagai faktor baik lingkungan maupun faktor lainnya.
Pada tahun 2007 angka kematian bayi sebesar 72 per 1000 kelahiran hidup atau dua kali lipat dari AKB nasional yang mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup. Masih tingginya Angka Kematian Bayi tersebut disebabkan banyak hal antara lain pendidikan masyarakat masih rendah, persalinan masih banyak ditolong dukun beranak dan terlambat membawa ke Rumah Sakit. Sedangkan data tahun 2009 menyebutkan, jumlah kematian bayi menembus angka 545 orang.
Jumlah kematian ibu maternal di Propinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2007 sebesar 95 orang yang terdiri dari kematian ibu hamil 7 orang, yang tertingi kematian ibu bersalin 84 orang dan kematian ibu nipas. Sedangkan penyebab kematian ibu maternal di Propinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2007 antara lain disebabkan karena pendarahan dan infeksi.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2007 menunjukkan angka kesakitan penduduk Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai 22,37 persen, dan angka kesakitan laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kesehatan perempuan lebih baik dibandingkan dengan laki-laki, yakni laki-laki 22,67 persen dan perempuan 22,1 persen. Hasil Survei juga menunjukkan angka kesakitan penduduk pedesaan mencapai 22,99 persen, sementara angka kesakitan penduduk perkotaan lebih rendah yakni 21,36 persen, ini berarti kondisi kesehatan penduduk perkotaan lebih baik dari penduduk pedesaan. Semakin lama (hari) sakit, maka jenis keluhan kesehatan (penyakit) yang dialami dapat diasumsikan cukup serius dan dapat mempengaruhi tingkat produktivitas penduduk, atau semakin lama penduduk sakit maka produktivitasnya akan semakin menurun dan bahkan menyebabkan kematian.
Angka kesakitan di NTB disebabkan oleh penyakit infeksi dan non infeksi (kanker, kadiovaskuler, dll). Berbagai penyakit menular seperti malaria, TBC, demam berdarah, diare, dan sebagainya sangat marak terjadi di NTB. Hal ini mungkin berhubungan langsung dengan masalah sanitasi di daerah tersebut. Akumulasi dari gambaran kondisi kesehatan yang belum menggembirakan di NTB, masih ditambahi dengan terjadinya kasus busung lapar atau gizi buruk. NTB merupakan salah satu daerah yang mengalami KLB gizi buruk dan ini sangat memprihatinkan. Hingga kini kasusnya tercatat sebanyak 2.271 kasus diantaranya 28 orang meninggal dunia Hal ini disebabkan oleh kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap kesehatan, daya beli, dan pendidikan yang rendah pula.
B. Fertilitas dan Mortalitas di Maluku
Pada tahun 2006 tercatat jumlah kelahiran di Maluku sebesar 25.513 jiwa. Data statistik Provinsi Maluku mencatat mayoritas atau 65 persen penduduk di daerah ini tidak mengikuti program nasional Keluarga Berencana (KB) yang dianjurkan pemerintah untuk mengatur jarak kelahiran. Dari sekitar 1,5 juta jiwa penduduk di Maluku tercatat hanya sekitar 35 persen yang mengikuti program KB. Minimnya partisipasi dan kesadaran masyarakat untuk mengikuti program nasional keluarga berencana ini mengakibatkan angka kelahiran di Maluku cukup tinggi dibanding beberapa provinsi lainnya di Indonesia. Akibatnya, dalam satu keluarga dengan 5-8 anak memiliki jarak kelahiran yang hanya selisih satu hingga dua tahun. Padahal, program KB sangat penting untuk menjaga jarak melahirkan atau membatasi angka kelahiran anak sekaligus menjamin tingkat kesehatan ibu.

Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Maluku tahun 2006 adalah sebesar 49,5/1000 kelahiran hidup. Antara tahun 2006-2007 ada 40 bayi yang meninggal per 100.000 kelahiran di Maluku. Status gizi Bayi dan Balita berdasarkan Data Dinas Kesehatan Provinsi Maluku 2006 adalah masing-masing Gizi Buruk 15,19%, Gizi Kurang 18,47%, Gizi Baik 62,51% dan Gizi Lebih 2,83%.
Angka kematian ibu pada 2008-2009 sebanyak 319 orang per 100.000 angka kelahiran hidup di Maluku. Angka Kematian Ibu (AKI) Provinsi Maluku tahun 2006 adalah sebesar 369/100.000 kelahiran hidup, sedangkan jumlah kematian ibu maternal pada masing-masing kabupaten/kota sebagai berikut, dari 34.069 jumlah ibu hamil terdapat 20 kematian ibu hamil, 53 kematian saat bersalin, dan 17 dikarenakan sebab lain.
Angka kematian ibu dan bayi terbanyak berasal dari kabupaten-kabupaten terjauh dari ibu kota Maluku misalnya Ambon, karena kurangnya tenaga medis profesional, serta sulitnya transportasi untuk ke Ambon sebagai ibu kota provinsi untuk mendapatkan penanganan. Pola pikir masyarakat di beberapa daerah lebih mempercayai dukun beranak yang dianggap lebih berpengalaman dalam membantu proses melahirkan ketimbang bidan menjadi salah salah satu alasan tingginya angka kematian ibu dan bayi di Maluku.
Angka kesakitan yang berakibat pada kematian di rumah sakit pada tahun 2006, sebagian besar yakni 17.83% disebabkan oleh Diare dan gastroenteritis dengan jumlah penderita sebanyak 1.900 orang, sedangkan penyebab kematian terendah disebabkan oleh Demam tifoid dan paratifoid sebanyak 127 orang (1,19%). Sedangkan angka kematian di puskemas pada tahun 2006, sebagian besar disebabkan oleh infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas (ISPA) sebanyak 112.105 penderita atau sebesar 25.75%, sedangkan yang terkecil adalah alergi kulit dengan jumlah penderita sebanyak 8.793 orang (2,02%).
Kondisi geografis Provinsi Maluku yang terdiri dari gugusan pulau menjadi tantang tersendiri buat pelayanan kesehatan di wilayah tersebut. Perlu langkah khusus agar pelayanan kesehatan dirasakan merata oleh semua penduduk Maluku.

C. Pengaruh Variabel Antara Terhadap Fertilitas dan Mortalitas di NTB dan Maluku
Variabel antara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat fertilitas (kelahiran). Umur saat memulai hubungan kelamin merupakan salah satu vaiabel antara yang mempengaruhi tingkat fertilitas di suatu wilayah. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), jumlah penduduk usia produktif sekitar 2.022.356 jiwa dan kebanyakan penduduk di daerah tersebut menikah muda. Pemerintah telah menyarankan penggunaan KB untuk menekan jumlah kelahiran dan menghindari ledakan penduduk, tetapi tetap saja sebagian besar penduduk NTB masih enggan menggunakannya. Sama halnya yang terjadi di Maluku, hanya 35 % dari penduduk Maluku yang mengikuti program KB meskipun jumlah kelahiran di daerah tersebut tidak sebesar di NTB.
Jumlah perceraian di NTB sebesar 7,08% dari jumlah penduduk NTB, ini termasuk jumlah yang cukup berarti dalam menghambat fertilitas. Setidaknya ada beberapa usia produktif yang tidak mempengaruhi fertilitas.
Dibandingkan dengan Provinsi lain di Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Barat mempunyai Angka Kematian Bayi yang relatif tinggi. Salah satu faktor yang penyebabnya dalah karena persalinan masih dilakukan dengan bantuan dukun beranak yang kebanyakan dalam proses persalinan kurang steril dan kurang provesional. Hal ini seperti yang terjadi di Maluku. Bedanya adalah di Maluku selain penduduk masih lebih percaya kepada dukun beranak dari pada bidan, di daerah tersebut tenaga medis sangat kurang dan sarana transportasi untuk menjangkau pulau-pulau kecilpun sangat sulit. Hal ini juga disebabkan oleh faktor pendidikan yang relatif rendah sehingga kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kebersihan masih kurang yang memicu adanya berbagai penyakit seperti demam berdarah, TBC, diare, dll.

0 komentar:

Posting Komentar